undiantoto

Wednesday, September 30, 2015

KUREBUT BIRAHI PENGANTIN BARU TETANGGAKU




KUREBUT BIRAHI  PENGANTIN BARU TETANGGAKU


Waktu yang menunjukan pukul 3 sore itu aku iseng memanjat tembok pembatas kamarku, tak terduga aku disuguhkan oleh dua sepasang yang sedang bermadu kasih, kemarin habis nikah jadinya pengantin baru, aku intip dari ventilasi terlihat mas Doni dan Mba Melda yang sedang asyik tiduran mengenakan pakain dalam dan singletnya.


Aku pantau terus kapan nih mulainya adegan ngentotnya, sambil tak sabar aku menantinya, terlihat mereka saling berpelukan wajah mbak Melda dari kejauhan meringis dan tangan mas Doni meremas payudaranya.

Lama aku menunggu, hingga akhirnya yang aku harapkan terjadi juga. Tiba-tiba Mas Doni membuka celana pendeknya dan memegang tangan Mbak Melda, menyuruh Mbak Melda memegang penis Mas Doni. Mbak Melda kelihatannya menurut dan me-masukkan tangannya ke dalam celana Mas Doni, tetapi baru sebentar sudah ditariknya kembali, tampaknya Mbak Melda menolak.

Yaaa..... itu aja nggak mau, apalagi kalau disuruh karaoke desahku dalam hati kecewa.





Namun kekecewaanku terobati karena sejurus kemudian Mas Doni tiba-tiba bangkit dari tempat tidur dan melepas celananya. Kini ia hanya bercelana dalam dan bersinglet. Kemudian serta merta ia memeluk Mbak Melda. Aku tersenyum kegirangan, keinginanku untuk melihat keduanya mengentot tampaknya akan terpenuhi.

Tak lama, Mas Doni melepas pelukannya dan Mbak Meldapun mulai melepas celananya. Kini sama seperti suaminya, Mbak Melda hanya bersinglet dan bercelana dalam. Kulihat pahanya, putih dan mulus sekali.

Kemudian mendadak Mas Doni mengeluarkan penisnya dari celana dalamnya.

Kecil sekali, dibandingkan punyaku, kataku dalam hati melihat penis Mas Doni.

Mas Donipun langsung meng-himpit Mbak Melda, tampaknya Mas Doni akan mempenetrasi Mbak Melda. Kulihat Mbak Melda memelorotkan celana dalamnya hanya sampai sebatas paha.

Sejurus kemudian aku melihat pelan Mas Doni memasukkan penisnya ke dalam lubang vagina Mbak Melda yang tertutup bulu jembut. Setelah penis Mas Doni masuk keseluruhannya ke dalam pepek Mbak Melda, Mas Doni langsung memeluk Mbak Melda sambil menciumnya bertubu-tubi. Itu dilakukan cukup lama.

Aku sedikit keheranan kenapa Mas Doni tidak melakukan genjotan, tidak mendorong-dorong pinggulnya ? Mas Doni hanya diam memeluk Mbak Melda.

Waaah.....ini pasti karena Mas Doni nggak tahan bermain lama, nggak seperti aku kataku dalam hati, tertawa, merasa unggul dari Mas Doni.

Disinilah aku mulai melihat adanya kesempatanku untuk turut melakukan tumpangsari pada Mbak Melda.

Ditambah lagi, kejadian itu hanya berlangsung sangat singkat, sekitar 5 menit. Meskipun kulihat Mbak Melda tetap bisa mencapai orgasmenya, tetapi cepat pula Mas Doni menyusulnya. Aku me-nangkap kekecewaan di muka Mbak Melda, meski Mbak Melda berusaha tersenyum setelah permainan itu, tapi aku yakin ia tidak puas dengan permainan Mas Doni.

Peristiwa observasi awal hari kemarin itu membuatku mengambil kesimpulan, ada kemungkinan aku menyetubuhi Mbak Melda dan merasakan nikmat tubuhnya, kalau perlu aku juga akan menanam saham di tubuh Mbak Melda !

Itulah tekadku, aku mulai me-nyusun taktik. Mas Doni itu belum bekerja, ada kesempatan bagiku untuk membuatnya berpisah cukup lama dari Mbak Melda. Apalagi aku punya kenalan yang bekerja di perusahaan, namanya Toni.

Siang ini aku menjumpai Toni di kantornya,

Hai Bud, apa kabar ? tanya Toni sambil menjabat tanganku.

Baik jawabku sambil ter-senyum.

Silahkan duduk

Setelah aku duduk di kursi kantornya yang empuk itu, aku mulai mengajukan permintaan,

Ton, aku butuh bantuanmu

Oh, itu semua bisa diatur, bantuan apa ?

Aku butuh pekerjaan

Bisa, bisa, kamu mau kerja di mana ? gaji berapa ?

Oh..nggak ! Maksudku bukan untuk diriku, tapi ini untuk orang lain

Hm memangnya untuk siapa ?

Untuk temanku, Mas Doni, kamu wawancarai, tempatkan di mana saja kamu suka, nggak perlu tinggi-tinggi betul jabatannya.

Aneh...tapi jika itu maumu, yaa tidak apa-apa

Yang penting kamu wawancarai dia cukup lama, beberapa kali

Oke, baik kalau gitu

Tapi...nanti jadwal wawanca-ranya aku yang tentuin

Terserah kamu

Maka mulailah aku menyusun jadwal wawancaranya, mulai lusa, hari rabu sampai jumat dari jam 07.00 sampai 10.00 pagi.

Toni menyetujuinya, kemudian aku permisi pulang.

Dalam perjalanan pulang, hatiku sangat senang, sudah terbayang nikmatnya tubuh Mbak Melda itu.
Sesampainya di kos-kosanku, aku langsung bertemu dengan Mas Doni di tempat cuci, tampak Mas Doni sedang menyuci bajunya.

Mas.......saya ingin bicara se-bentar kataku mulai membuka percakapan.

Mas Donipun menoleh dan menghentikan pekerjaannya.

Ada apa Bud ?

Begini.......saya dengar Mas Doni mencari pekerjaan, kebetulan tadi saya ke tempat teman saya, dia perlu pegawai baru, dianya sih malas menaruh iklan di koran, soalnya dia hanya butuh satu orang jawabku panjang lebar menjelaskan. Sedikit berdebar-debar aku menunggu tanggapan, takut tawaranku ditolak.

Lama Mas Doni kulihat terdiam, merenung, lalu

Hmmm....saya pikir dulu, sebelumnya terima kasih ya ?!

Ya Mas kataku dengan senyuman.

Dalam hatiku, aku berpikir Habislah sudah kesempatanku !

Tapi setelah di dalam kamar, sekitar 2 jam kemudian aku yang tertidur, terbangun oleh ketukan di pintu. Aku lalu bangun, mengucek-ngucek mataku, melihat dari jendela. Tampak Mas Doni berdiri menunggu. Akupun cepat-cepat membuka pintu Wah..sedang tidur ya, kalau gitu nanti saja Mas Doni tiba-tiba permisi.

Eee....nggak..nggak koq Mas, saya sudah bangun nih kataku berusaha mencegah Mas Doni pergi.
Gangguin tidur kamu nggak ?

Ndak...ndak kok, masuk aja kataku mempersilahkan.

Setelah kami berdua duduk di karpet kamarku,

Begini, ini soal lamaran kerja yang kamu bilang itu, tempatnya di mana sih ? Mas Doni bertanya.
Ooo...itu di Kaliurang km 7 nomor 14, nama perusahaannya DHL, nggak jauh kok
Syaratnya gimana ?

Saya kurang tau juga tuh, Mas Doni pergi saja ke sana. temui teman saya, Toni, katakan Mas butuh pekerjaan, tahunya dari Budi Wah...kok rasanya kurang enak ya, seperti nepotisme saja Mas Doni sepertinya keberatan. Enggak....nggak... koq, perusa-haannya besar, Mas ke sana juga belum tentu diterima, Mas tetap melalui tes dulu kataku meya-kinkan Mas Doni.

Hmmm...baiklah, tak coba dulu, jam berapa ya ke sana ?

Sekitar jam kerja saja baiknya, jam 07.00 pagi saja kataku me-nyarankan.

Mas Doni hanya mengangguk tersenyum, lalu permisi seraya tak lupa berterima kasih kepadaku. Aku hanya tersenyum, berarti selangkah lagi keinginanku tercapai.

Hari ini selasa, sesuai pre-diksiku, Mas Doni pagi-pagi sudah berangkat, dan sekitar jam 11.00 siang baru pulang.

Aku menuju ke kamarnya, lalu mengetuk pintu,

Assalamualaikum aku mem-beri salam.

Waalaikumussalam terdengar jawaban Mas Doni dari dalam kamarnya.

Lama baru pintu dibuka, dan Mas Doni mempersilahkanku un-tuk masuk. Kulihat di dalam ka-marnya, istrinya tengah duduk di pinggir tempat tidur dengan me-makai jilbab putih, tersenyum padaku. Mbak Melda tampak cantik sekali.

Bagaimana Mas, tadi ? ta-nyaku

Oh...nanti saya disuruh ke sana lagi, besok untuk test wawancara

Alhamdulillah, tak doain supa-ya berhasil

Terima kasih

Setelah berbasa - basi cukup lama, akupun permisi.

Eehh...nanti dulu, kamu khan belum minum Mas Doni berusaha mencegahku.

Ayo Melda buatkan air minumnya dong perintah Mas Doni me-nyuruh istrinya, Mbak Melda.

Aku menolak dengan halus,

Ah nggak usah Mas, saya sebentar aja koq, ada urusan

Oh baiklah kalau begitu, sekali lagi terima kasih ya

Aku tersenyum mengangguk, kulihat Mbak Melda tidak jadi membuat minuman. Akupun pergi ke kamarku, riang karena sebentar lagi adikku akan bersarang dan menemukan pasangannya.

Hari ini rabu, Mas Doni sudah berangkat dan meninggalkan Mbak Melda sendirian di kamarnya. Rencana mulai kulaksanakan. Aku membongkar beberapa koleksi Vcd pornoku, memilih salah satunya yang aku anggap paling bagus, Vcd porno dari Indonesia sendiri, lalu membungkusnya dengan kertas merah jambu.

Kemudian sambil membawa bungkusan Vcd itu, aku menuju ke kamar tetanggaku, mengetuk pintu,
Assalamualaikum aku mem-beri salam.

Lama baru terdengar jawaban,

Waalaikumussalam jawaban Mbak Melda dari dalam kamar itu.

Pintunyapun terbuka, kulihat Mbak Melda melongokkan kepalanya yang berjilbab itu dari celah pintu,

Ada apa ya ? tanyanya.

Ini ada hadiah dari saya, saya mau memberikan kemarin tetapi lupa kataku sambil menunjukkan bungkusan Vcd itu.

Oh, baiklah kata Mbak Melda sambil bermaksud mengambil bungkusan di tanganku itu.
Eee...tunggu dulu Mbak, ini isinya Vcd, saya mau lihat apa bisa muter nggak di komputernya Mas Doni kataku mengarang alasan.

Sedikit keberatan kelihatannya, akhirnya Mbak Melda mempersi-lahkanku untuk masuk, aku yakin dia juga kurang ngerti tentang komputer. Di dalam kamar, aku menghidupkan komputer dan mengoperasikan program Vcd playernya, lalu kumasukkan Vcd ku itu dan kujalankan. Sesuai dugaanku Vcd itu berjalan bagus.

Mbak pingin nonton ? tanyaku sambil melihat Mbak Melda yang sedari tadi duduk di belakang memperhatikanku.

Film apa sih ? tanya Mbak Melda kepadaku.

Pokoknya bagus jawabku sambil kemudian memberikan petunjuk bagi Mbak Melda , bagaimana cara menghentikan player dan mematikan komputernya.

Mbak Melda hanya mengangguk, lalu kupermisi untuk pergi mum-pung filmnya belum masuk ke bagian intinya.

Pintu kamar tetanggaku itupun kembali ditutup, aku bergegas ke kamarku, mau mengintip apa yang dilakukan Mbak Melda.

Setelah di kamarku. melalui ventilasi kulihat Mbak Melda menonton di depan komputer. Dia tampaknya kaget begitu melihat adegan porno langsung hadir di layar monitor komputer itu. Dengan cemas aku menantikan reaksinya.

Menit demi menit berlalu hingga sudah 15 menit kulihat Mbak Melda masih tetap menonton. Aku senang berarti Mbak Melda menyukainya. Lalu terjadi sesuatu yang lebih dari aku harapkan, tangan Mbak Melda pelan masuk ke dalam roknya, dan bergerak-gerak di dalam rok itu.

Hhh.....hhhh....oohhh.....oohhhsuara Mbak Melda mendesahdesah , tampaknya merasakan kenikmatan.

Aku kaget,

Wah....hebat....dia masturbasi kataku dalam hati.

Ingin aku masuk ke kamar Mbak Melda, memeluknya dan langsung menyetubuhinya, tetapi aku sadar, ini perlu proses.

Akhirnya aku memutuskan untuk tetap mengintip, dan berinisiatif mengukur kemampuanku. Akupun mulai melakukan onani dengan memain-mainkan penisku.

Film di komputer itu terus berjalan...... hingga telah hampir 1,5 jam lamanya, pertanda film itu akan habis dan Mbak Melda kulihat sudah empat kali orgasme, luar biasa. Dan ketika filmnya berakhir, Mbak Melda ternyata masih meneruskan masturbasinya hingga menggenapi orgasmenya menjadi lima kali.

Akkkhhhhhhh......... Mbak Melda terpekik pelan menandai orgasmenya.

Sesaat setelah orgasme Mbak Melda yang kelima akupun ejakulasi.

Oooorghhhh......... suara berat-ku mengiringi luapan sperma di tanganku.

Aku senang sekali, berarti aku lebih tangguh dari Mas Doni dan bisa memuaskan Mbak Melda nantinya karena bisa orgasme dan ejakulasi bersamaan.

Kemudian Mbak Melda sesuai petunjukku, kulihat mengeluarkan Vcdnya dan mematikan komputer.
Setelah siang hari, Mas Doni baru pulang. Sedikit berdebar-debar aku menunggu perkembangan di kamar tetanggaku itu, takut kalau - kalau Mbak Melda ngomong macam - macam soal Vcd itu, bisa berabe aku !

Tetapi lama.....kelihatannya tak terjadi apa-apa. Kembali aku me-ngintip lewat ventilasi, apa yang terjadi di sebelah.

Begitu aku mulai mengintip, aku kaget ! Karena kulihat Mbak Melda dalam keadaan hampir bugil, hanya memakai celana dalam dihimpit oleh Mas Doni, mereka bersetubuh ! Namun seperti yang dulu-dulu, permainan itu hanya berlangsung sebentar dan tampaknya Mbak Melda kelihatan tidak menikmati dan tidak bisa mencapai orgasme. Bahkan aku melihat Mbak Melda seringkali kesakitan ketika penetrasi atau ketika payudaranya diremas.

Ah...Mas Doni nggak pandai merangsang sih, pikirku.

Bagaimanapun aku senang, langkah keduaku berhasil, mem-buat Mbak Melda tidak bisa lagi men-capai orgasme dengan Mas Doni. Prediksiku, Mbak Melda akan sangat tergantung pada Vcd itu untuk kepuasan orgasmenya, sedangkan cara menghidupkan Vcd itu hanya aku yang tahu, disinilah kesempatanku.

Kamis, pukul 08.00. Aku bangun dari tidur, mempersiapkan segala sesuatunya, karena hari ini bisa jadi saat yang sangat bersejarah bagiku. Kemarin aku telah mengintip Mbak Melda dan Mas Doni seharian, mereka kemarin bersetubuh hanya dua kali, itupun berlangsung sangat cepat, dan yang penting bagiku, Mbak Melda tidak bisa orgasme.

Malam kemarin aku juga sudah bersiap-siap dengan minum se-gelas jamu kuat, yang bisa menambah kualitas spermaku.

Pagi itu, setelah aku mandi, aku berpakaian sebaik mungkin, parfum beraroma melati kuusapkan ke seluruh tubuhku, rambutku juga sudah disisir rapi. Lalu dengan langkah pasti aku melangkah ke tetangga sebelahku, Mbak Melda yang sedang sendirian.

Kembali aku mengetuk pintu kamarnya pelan,

Assalamualaikum aku mem-beri salam.

Waalaikumussalam suara lem-but Mbak Melda menyahut dari dalam kamar.

Mbak Meldapun membuka pintu, kali ini ia berdiri di depan pintunya, tidak seperti kemarin yang hanya melongokkan kepala dari celah pintu yang sedikit terbuka. Dia memakai jilbab pink dengan motif renda, manis sekali.

Oh ya, saya lupa memberitahukan cara menghidupkan Vcd kemarin kataku sambil tersenyum.
Tiba-tiba raut muka Mbak Melda menjadi sangat serius,

Kamu kurang ajar ya, masa ngasiin Vcd porno gituan ke Mbak kata Mbak Melda sedikit keras.
Aku kaget, ternyata ia marah, pikirku. Lalu cepat aku mengarang alasan,

Oh maaf Mbak, Vcdnya yang hadiah itu, isinya film soal riwayat Nabi-Nabi buatan TV3 Malaysia, maaf kalau tertukar, yah saya ambil saja lagi.

Mbak Melda masuk ke dalam kamarnya, ia tampak kecewa, aku senang berarti ia takut kehilangan Vcd itu. Lalu akupun masuk ke kamarnya melalui pintu yang sedari tadi terbuka.
Mbak Melda kaget, melihatku mengikuti langkahnya,

Eeeh...kamu kok ikut masuk juga ?!

Sambil menutup pintu, tenang aku menjawab,

Alaa....Mbak jangan munafiklah, tokh Mbak juga menyukai Vcd porno itu, saya lihat Mbak sampai masturbasi segala.

Kurang ajar kamu ! Keluar ! Kalau tidak saya akan berteriak bentak Mbak Melda.
Mbak jangan marah dulu, coba Mbak pikirkan lagi, sejak menonton Vcd itu, Mbak tidak bisa lagi orgasme dengan Mas Doni kan kataku sambil merebut Vcd itu dan mematahkannya.
Mbak Melda terkejut,

Kamu.....

Tak sempat ia menyelesaikan kata-kata, aku memotongnya,

Saya bersedia memberikan kepuasan kepada Mbak Melda, saya jamin Mbak Melda bisa orgasme bila main dengan saya Kurang ajar ! Keluar kamu !

Eeee....tidak segampang itu, ayolah Mbak Melda jangan marah, pi-kirkan dulu, saya satu-satunya kesempatan, bila Mbak Melda tidak memakai saya, seumur-umur Mbak Melda nggak akan pernah mencapai orgasme lagi aku mulai menghasutnya.

Mbak Melda terdiam sebentar, aku senang dan berpikir ia mulai termakan rayuanku, tapi...

Tidak ! Kata Mbak tidaaak ! Sekarang keluar kamu !

Aku gemetar, tapi tetap ber-usaha,

Mbak sebaiknya pikirkan lagi, di sini cuma saya yang mengajukan diri memuaskan Mbak, saya satu-satunya kesempatan Mbak, kalau Mbak tidak mengambil kesempatan ini, Mbak akan rugi ! kataku sedikit tegas.

Lama kulihat Mbak Melda terdiam, bahkan dia kini terduduk lemas di samping ranjangnya. Aku pura-pura mengalah...

Yah, sudahlah, jika Mbak tidak mau, saya pergi saja, saya itu cuma kasihan ngelihat Mbak ! kataku sambil beranjak pergi.

Tetapi kulihat Mbak Melda hanya diam terduduk di ranjangnya, aku membatalkan niatku, pintu yang telah terbuka kini kututup lagi dan kukunci dari dalam. Perlahan aku mendekati Mbak Melda, kulihat ia menangis,

Mbak....jangan menangis, tidak ada maksud saya sedikitpun menyakiti Mbak kataku sambil mulai menyeka air matanya dengan tanganku. Lalu pelan-pelan kupegang pundak Mbak Melda dan kudorong pelan dia agar berbaring di ranjang. Ter-nyata Mbak Melda hanya menurut saja, aku kesenangan, rayuanku berhasil meruntuhkan pendiriannya.

Kemudian aku mulai membuka resleting celana panjangnya, ia tampaknya menolak, tetapi aku dengan santai menepis tangannya dan memasukkan tanganku ke dalam celananya. Tanganku masuk kedalam kolornya, lalu langsung jariku menuju ke tengah lubang birahinya. Aku sudah terburu nafsu, mencucuk-cucukkan jemariku ke dalam lubang itu berkali-kali.

Akhhh.....akhhh.......ahhhhhh desahan Mbak Melda mengiringi setiap tusukan jemariku.
Aku ingin membuatnya terangsang dan mencapai orgasme.

Lalu dengan cepat kutarik celana panjang dan kolornya, sehingga terlihatlah pahanya yang putih dan mulus, aku langsung mencium paha mulus itu bertubi-tubi, menjilat paha putih Mbak Melda dengan merata. Akupun mengincar kelentit Mbak Melda yang tersembul ke luar dari bagian atas pepeknya.

Langsung aku kulum kelentit itu di dalam mulutku,

Elmm.....mmmm.......emmmm dan lidahku menari-nari di atasnya, terkadang kugigit pelan-pelan berkali-kali,

Akhh....ooohhhh......aaahhhhh suara Mbak Melda mendesah kuat tanda terangsang.
Jemari tanganku semakin kupercepat menusuk pepek Mbak Melda dan lidahku makin menggila menari-nari di atas kelentitnya yang berwarna merah jambu itu.

Perlahan kubimbing Mbak Melda mencapai puncaknya, hingga akhirnya......
Aaaaaaakkkhhhhhh............ pekikan pelan Mbak Melda mengiringi orgasmenya.
Kulihat jemari tanganku basah, bukan karena liurku tetapi karena cairan vagina Mbak Melda yang orgasme.








Aku mencium vagina itu, tercium bau khas cairan vagina wanita yang orgasme.
Aku tersenyum, hatiku senang karena bisa membawa Mbak Melda mencapai orgasmenya. Tetapi aku tidak berhenti sampai di situ saja. Setelah memelankan tusukan jariku, kini tusukan itu kembali kupercepat.

Ahhh....ahhhh....yaah.....yaahh suara Mbak Melda mulai meracau.
Sementara tangan kiriku beroperasi di vagina Mbak Melda, tangan kananku mulai meremas blus Mbak Melda, dengan cepat tangan kananku merobek blus itu dan menarik kutangnya hingga menyembullah payudara Mbak Melda yang indah membukit.

Kemudian aku menghisap kedua puting itu sambil tangan kananku meremas payudara Mbak Melda bergantian, Slurrpp....slrrrrpp.....slluuurpp aku menghisap puting Mbak Melda, sementara desahan Mbak Melda terdengar halus di telingaku, Akhh....teruuss.....teruuusss Sementara tangan kiriku tetap beraksi di vagina Mbak Melda, dan vagina itu semakin becek, Crrtt.....crrtt......slrrpp

Kini mulutku mulai merangkak maju menuju bibir Mbak Melda yang mendesah-desah, begitu wajah kami bertatapan, kulumat bibir mungil itu dalam-dalam, Mbak Melda sedikit kaget, Ohhh....oomlmmm...elmmmm Mbak Melda tidak bisa lagi bersuara, karena bibirnya telah kulumat.

lidahnya kini bertemu dengan lidahku yang menari-nari. Aku memang berusaha membimbing Mbak Melda agar orgasme untuk kedua kalinya. Agar di saat orgasmenya itu aku bisa me-masukkan penisku, mempenetrasi vaginanya.

Karena aku sadar penetrasi itu akan sangat sakit karena ukuran penisku lebih besar dari punya Mas Doni yang biasa masuk. Sambil mencium dan merang-sang pepek Mbak Melda, tangan kananku mulai melepas celana panjangku dan kolorku, lalu melem-parkannya ke lantai.

Tangan kananku mengelus-elus kontolku yang terasa mulai mengeras. Lama akhirnya Mbak Melda mencapai orgasmenya yang kedua kali, Ooorrggghhhhh........... Mbak Melda mengerang, tetapi belum selesai erangannya, aku langsung menusukkan penisku pelan-pelan ke dalam vaginanya.

Aaaaaahhhhh............ suara Mbak Melda terpekik, matanya sayup-sayup menatap syahdu ke arahku, aku tersenyum. Akupun mengambil posisi duduk dan mengangkangkan kedua paha Mbak Melda dengan kedua tanganku, lalu kulakukan penetrasi kontolku pelan-pelan lama kelamaan men-jadi semakin cepat.

Bunyi becekpun mulai terdengar, Sllrrttt...cccrrttt....ccrrplpp suara becek itu terus berulang-ulang seiring dengan irama tusukanku. Akhhh....yaaahh...terus... suara desahan Mbak Melda keenakan.

Akupun semakin mempercepat tusukan, kini kedua kakinya ku-sandarkan di pundakku, pinggul Mbak Melda sedikit kuangkat dan aku terus mendorong pinggulku ber-ulang-ulang. Sementara dengan sekali sentakan kulepaskan jilbabnya, tampaklah rambut hitam sebahu milik Mbak Melda yang indah, sambil menggenjot aku membelai rambut hitam itu.

Ahhh.....ahhh....aaahhh Ohhh......ohhhh........hhhh Suara desahanku dan Mbak Melda terus terdengar bergantian seperti irama musik alam yang indah. Setelah lama, aku mengubah posisi Mbak Melda, badannya kutarik sehingga kini dia ada di pangkuanku dan kami duduk berhadap-hadapan, sementara penisku dan vaginanya masih menyatu.

Tanganku memegang pinggul Mbak Melda, membantunya badannya untuk naik turun. Kepalaku kini dihadapkan pada dua buah pepaya montok nan segar yang ber-senggayut dan tergoyang-goyang akibat gerakan kami berdua.

Langsung kubenamkan kepalaku ke dalam kedua payudara itu, menjilatnya dan menciumnya ber-gantian. Tak kusangka genjotanku membuahkan hasil, tak lama..... Oooohhhhhhh................. lenguhan panjang Mbak Melda menandai orgasmenya, kepalanya terdongak menatap langit-langit kamarnya saat pelepasan itu terjadi.

Aku senang sekali, kemudian kupelankan genjotanku dan akhirya kuhentikan sesaat. Lama kami saling bertatap-tatapan, aku lalu mencium mesra bibir Mbak Melda dan Mbak Melda juga menyambut ciumanku, jadilah kami saling berciuman dengan mesra, oh indahnya.

Tak lama, aku menghentikan ciumanku, aku kaget, Mbak Melda ternyata menangis ! Kenapa Mbak Melda ? saya me-nyakiti Mbak ya ?! tanyaku lembut penuh sesal. Masih terisak, Mbak Melda menjawab, Ah.....nggak, kamu justru telah membuat Mbak bahagia Kami berdua tersenyum, ke-mudian pelan aku baringkan Mbak Melda.

Perlahan aku mengencangkan penetrasiku kembali. Sambil meremas kedua payu-daranya, aku membolak-balikkan badan Mbak Melda ke kiri dan ke kanan. Kami berdua mendesah bergantian, Ahhh.....ahhh....aaahhh Ohhh......ohhhh........hhhh

Terus....lama, hingga akhirnya aku mulai merasakan urat-uratku menegang dan cairan penisku seperti berada di ujung, siap untuk meledak. Aku ingin melakukannya ber-sama dengan Mbak Melda. Untuk itu aku memeluk Mbak Melda, menciumi bibirnya dan membelai rambutnya pelan.

Usahaku berhasil karena perlahan Mbak Melda kembali terang-sang, bahkan terlalu cepat. Dalam pelukanku kubisikkan ke telinga Mbak Melda, Tahan......tahan.........Mbak, kita lakukan bersama-sama ya Ohhh...ohhh....ohhhh.....aku su-dah tak tahan lagi desah Mbak Melda.

Kulihat matanya terpejam kuat menahan orgasmenya. Pelan.....pelan saja Mbak, kita lakukan serentak kataku membisik sambil kupelankan tusukan penisku. Akhirnya yang kuinginkan ter-jadi, urat-urat syarafku menegang, penisku makin mengeras.

Lalu sekuat tenaga aku mendorong pinggulku berulang-ulang dengan cepat. Akhhh....ooohhh....ohhh suara Mbak Melda mendesah. Kepalanya tersentak-sentak karena dorongan penisku.

Lepaskan.....lepaskan......Mbak, sekarang ! suaraku mengiringi de-sahan Mbak Melda, Mbak Melda menuruti saranku, diapun akhirnya mele-paskan orgasmenya,

Aaaakkhhhhh.........Ooorggghhhhh......... suara be-rat menandakan ejakulasiku, meng-iringi orgasme Mbak Melda. Erat ku-peluk ia ketika pelepasan ejakulasi itu kulakukan. Setelah permainan itu, dalam keadaan bugil aku tiduran ter-lentang di samping Mbak Melda yang juga telanjang.

Mbak Melda me-melukku dan mencium pipiku berkali-kali seraya membisikkan sesuatu ke telingaku, Terima kasih Bud Mbak Melda kulihat senang dan memeluk tubuhku erat, tertidur di atas dadaku. Dalam hatiku aku merasakan senang, gembira, tapi juga sedih.

Aku sedih dan me-nyesal melakukan ini dengan Mbak Melda, aku takut ia tidak akan pernah lagi mencapai orgasme selain de-ngan diriku, ini berarti aku me-nyengsarakan Mbak Melda. Sambil merenung, aku kecup rambut hitam sebahunya itu dan kubelai serta kuusap pelan.

Siang itu aku tidur nyenyak, bagiku pengalaman barusan sangat berkesan. Sejujurnya aku ingin melakukannya lagi, tapi aku takut menyusahkan Mbak Melda nantinya karena membuat dia tergantung padaku, padahal ternyata aku mulai mencintainya


                                    POSTED BY UNDIANTOTO







Sunday, September 27, 2015

SEX NIKMAT DENGAN CEWEK BARU KENALAN


SEX NIKMAT DENGAN CEWEK BARU KENALAN – 

Baru saja pulang bekerja sambil memacu motorku pelan pelan. Hujan rintik tidak menghentikan jalanku menuju kosan. “Ujan gak berenti-berenti. Masuk angin deh nih…” Gerutuku dalam hati. Tujuanku masih cukup jauh, tapi si kuda besi yang ku tunggangi sudah haus meminta jatah minumnya. 

Ku pinggirkan motorku ke pom bensin terdekat sebelum motor kesayanganku ini ngambek dan berhenti di tengah jalan. Hujan sedikit lebih deras dari sebelumnya saat aku sedang mengisi bensin, tapi itu tidak menghentikan langkahku untuk bisa sesegera mungkin sampai rumah. Memang hari ini hari Jumat dan besok aku tidak perlu bangun pagi untuk ke kantor, tapi cuaca dan pekerjaan yang melelahkan hari ini membuatku ingin bergegas menyelimuti diri dan tidur sampai siang hari esok. Selesai membeli bensin, kembali ku pacu motor bebekku yang sudah cukup berumur. 

Saat hendak memasuki jalan utama, sebuah dompet di pinggir jalan mencuri perhatianku. Dompet panjang berwarna hitam dengan keadaan terbuka memperlihatkan isinya yang cukup banyak tergeletak begitu saja tanpa pemilik.

Langsung saja ku dekati dan ku ambil dompet tersebut. Ku perhatikan sekitar, tampak sepi tak ada orang yang sedang berjalan, atau orang yang terlihat sedang bingung mencari sesuatu. Ku lihat isinya, uangnya masih ada dan kartu-karu seperti ATM dan lainnya cukup banyak. Tanpa pikir panjang, 

segera ku ambil tersebut. Ku berniat mencari tempat lain untuk melihat identitas si pemilik dan berniat mengembalikannya.
Tidak jauh dari situ ada warung kopi yang cukup sepi. Segera saja ku sambangi warkop tersebut. Pesan kopi segelas, ku pilih tempat dibelakang yang tidak terlihat orang. 

Meski aku menemukan dompet tersebut dan berniat mengembalikannya, tetap saja aku khawatir terlihat seperti orang yang baru saja mencopet.
Ku buka dompet tersebut, ku cari KTP tanpa memedulikan uang pecahan seratus ribuan cukup banyak yang ada di dalamnya.
Begitu aku menemukan KTPnya, ku perhatikan dengan seksama wajah dan identitas si pemilik. Sinta, wajahnya terlihat manis dengan rambut hitam panjang. Usianya ternyata lebih muda 2 tahun dariku, dan alamatnya tidak jauh dari tempat ku berada. Aku tahu persis jalan tempat tinggalnya tersebut. Setelah menyerap informasi yang cukup, aku pun menghabiskan kopi dan membayar lantas kembali menaiki sepeda motorku. Aku segera menuju rumah si empunya dompet tersebut untuk mengembalikannya.


“Duh sial banget sih nih cewek, pasti pusing banget keilangan dompet.” Gumamku dalam hati. Aku pernah mengalami hal serupa seperti ini dan tau seperti apa pusingnya. Harus mengurus KTP, ATM, belum lagi SIM dan STNK, selain memakan biaya, juga memakan tenaga dan waktu, bukan hanya perkara uang yang ada di dalam dompetnya saja.

Tidak sampai 15 menit, aku sudah tiba di jalan yang tertera di KTP. Aku memang tahu jalannya, namun tidak tahu rumahnya. Alhasil aku harus tetap mencari rumahnya. Cukup sulit karena daerah tersebut bukan perumahan, sehingga mencari nomer rumahnya menjadi tidak semudah yang dibayangkan.
Aku pun bertanya dengan pemilik warung rokok di pinggir jalan yang masih buka.
“Pak, maaf mau tumpang tanya. Tau alamat sama pemiliki KTP ini pak?” Tanyaku sambil menunjukan KTP.
“Ohhh, ini Neng Sinta, Mas. Itu rumahnya yang itu tuh. Yang pager warna ijo. Tuh liat gak?” Si pemilik warung menunjukan tangannya ke arah rumah yang letaknya tidak jauh dari warung tersebut.
Aku pun mengangguk.

“Makasih ya, Pak…” Jawabku.
Ku datangi rumah tersebut. Rumahnya besar sekali, pagar hijaunya yang tinggi menghalangi pandangan untuk melihat ke dalam rumahnya. Tanpa menunggu lama karena hujan yang semakin deras, ku tekan saja tombol bell yang ada di depan dan berharap ada orang di rumah.
Bell ku tekan tiga kali, tidak juga ada jawaban. Aku hampir putus asa dan berniat menitipkan dompet ke warung tadi, meski khawatir uang yang ada di dalamnya akan diambil si pemilik warung.
“Yaudahlah, yang penting niatnya sudah baik…” Pikir ku dalam hati.

Baru saja aku menaiki motor ku kembali, tiba-tiba pintu pagar terbuka. Seorang wanita keluar, dengan pakaian putih ketat, celana pendek berwarna krem dan sendal jepit sambil memegangi payung.“Cari siapa, Mas?” Tanya wanita tersebut.
“Hmm, Sintanya ada?” Balasku.
“Iya, saya Sinta. Siapa ya? Ada perlu apa, Mas?”
“Oh mbak yang namanya Sinta? Ini mbak, saya tadi nemuin dompet mbak di deket pom bensin…” Kata ku sambil menyodorkan dompetnya.

Matanya terbelak melihat dompetnya, ia pun langsung histeris. “Ya ampun! Akhirnyaaaaa! Aduhhh, makasih ya masss…” Teriaknya sambil meraih dompet yang aku berikan.
Ia pun segera membuka dan memeriksa isi dompetnya.
“Di cek aja dulu, mbak. Ada yang ilang apa enggak.”
Ia menggeleng, “Enggak ada, Mas. Uangnya masih ada semua…” Jawabnya sambil menutup dompet.
“Mas, masuk dulu yuk. Hujan, Mas….” Tawar Sinta.
“Ah, gak usah mbak. Sudah malam. Saya langsung pulang saja…” Kilahku.

“Hujannya deras, Mas. Baju mas juga basah, lebih baik masuk dulu untuk mengeringkan badan. Anggap saja untuk rasa terima kasih saya…” Pintanya memelas.
Setelah ku pikir-pikir, jalan menuju rumahku masih terbilang jauh. Di rumah pun tidak ada orang tua yang menunggu karena orang tuaku sedang bepergian ke luar kota. Aku pun berpikir panjang, dan menyetujui tawarannya.
“Oke deh, Mbak, numpang neduh dulu kalau gitu…” Jawabku,
Aku pun memasukan motorku dan mengikuti Sinta masuk ke dalam rumahnya.

Aku terperangah melihat isi rumahnya. Ruang tamunya saja besar sekali dengan sofa kulit yang terlihat mahal. Aku jadi cukup canggung masuk ke dalamnya.
“Silakan duduk, Mas. Anggap saja rumah sendiri…” Ujar Sinta memersilahkan ku duduk.
“Iya, Mbak..” Jawabku sambil duduk di sofa.
“Sebentar ya, Mas…” Sinta berlalu masuk, sepertinya ia ke kamarnya.

Rumahnya cukup besar, ruang tamunya dipenuhi beberapa hiasan antik. Lukisan pedesaan berukuran cukup besar tergantung di dinding tepat di hadapanku. Di sudut ruangan terdapat guci berukuran besar, dan hiasan lain yang menambah suasana mewah rumah tersebut.

“Ini mas minum dulu…” Aku sedikit kaget karena ternyata Sinta sudah kembali, membawa dua gelas teh hangat dan menyodorkannya kepada ku. “Ini ada handuk, bisa dipakai untuk mengeringkan badan, Mas. Mau aku pinjamkan baju ganti?”
“Wah makasih banyak, mbak. Ga usah, ini aja cukup kok.”
Sinta lalu duduk di samping sofa ku. Aku pun meminum teh hangat yang diberikannya, terasa nikmat menghangatkan tubuhku.
“Makasih banyak ya, Mas sudah ngembaliin dompet. Tadi kayanya jatoh pas aku abis beli bensin. Aku juga gak ngerti kenapa bisa jatoh gituuu…”

“Iya mbak sama-sama, lebih hati-hati aja…” Jawabku kikuk. “Sepi sekali rumahnya, sudah pada tidur ya?” Tanyaku untuk memecah kekakuan. Mungkin obrolan ringan seperti ini bisa membantu.
“Oh, enggak kok. Emang aku tinggal sendiri, Mas. Ini rumah orang tua, tapi orang tua aku pindah ke Inggris. Jadi ya sendiri deh…” Jelasnya.
“Oh gitu, gak punya saudara emangnya? Adek? Atau kakak gitu?”
“Punya adik satu, tapi kuliah di Inggris juga. Kakak ku sudah nikah dan tinggal sama suaminya. Jadi ya tinggal aku deh sendiri hehehe.”

Aku hanya menganggukan kepala tanda kalau aku memahami situasinya.
Ku perhatikan Sinta dengan seksama kali ini. Tubuhnya begitu sintal dengan pakaian ketat yang memperlihatkan lekuk tubuhnya dengan sempurna, rambut hitam panjangnya yang dikuncir, tercium harum bersamaan dengan aroma tubuhnya yang begitu memikat. Sesekali ku curi pandang, payudaranya tampak kencang dan menggoda. Pikiranku pun mulai macam-macam.
“Gak takut emang tinggal di rumah segede gini sendirian?” Tanyaku untuk mengalihkan fokus agar tidak memikirkan yang aneh-aneh.

“Ya takut sih, tapi mau gimana? Itung-itung belajar mandiri aja hehehe…”
“Iya bener, tapi tetep aja kalo cewek sendirian kan lebih beresiko. Kenapa gak ajak pacarnya aja tinggal disini?” Tanyaku memancing, ingin tahu apakah ia punya pacar atau tidak.
“Hahaha, maunya sih gitu mas tapi pacarnya aja gak punya…” Jawab Sinta sambil tertawa. Aku pun hanya ikut tertawa kecil.
Obrolan semakin larut, aku pun tahu bahwa Sinta ini masih kuliah, kampus yang sama denganku dulu. Bisa dibilang ia juniorku di kampus, tapi sayangnya tidak pernah ketemu karena berbeda jurusan apalagi sekarang aku pun sudah lulus dan bekerja.

Sinta juga bercerita sedikit tentang pacarnya dahulu. Bagaimana ia dan pacarnya menghabiskan waktu di rumah itu berdua. Mereka sudah seperti sepasang suami istri dulu, tinggal berdua di rumah yang besar. Namun sayang, pacarnya mata keranjang dan selingkuh dengan teman baik Sinta. Mata Sinta terlihat sedikit berkaca saat ia menceritakan tentang pacarnya tersebut.

“Ya sudah, paling gak sekarang kan kamu tau kalau pacar kamu memang gak jodoh sama kamu, dan kamu tau ternyata temen kamu pun gak semuanya bisa dipercaya…” Nasihatku kepada Sinta mendengar curhatnya.
Ia pun mengangguk pelan. “Mas sendiri, punya pacar gak?”
Aku menggelengkan kepala, “Sama nasib kita..” Jawabku diiringi tawa renyah Sinta.
“Udah berapa lama, Mas?”
“Hmm…” Sejenak ku menghitung berapa bulan semenjak aku putus dengan pacar ku sebelumnya, “Udah hampir setahun lah…”
“Wah lumayan juga, udah kering lah ya mas?” Ledek Sinta sambil tertawa.

“Hahaha, kayak kamu enggak aja…” Balas ku.
“Iya sih…” Jawab Sinta, mendadak ia menghilangkan tawanya dan menjadi serius. “Sudah mau jam 1 mas, hujan belum berhenti. Gimana kalau mas menginap saja dulu? Itung-itung nemenin aku. Besok kan libur, jadi gak harus ke kantor kan?” Tanya Sinta.
“Waduh, jangan deh. Gak enak nanti diliat tetangga. Ntar dikira macem-macem…” Ujarku, menolak halus tawaran Sinta.
“Tenang aja, Mas. Tetangga disini cuek kok. Kalo macem-macem juga kenapa? Udah gede ini, macem-macemnya enak juga…” Jawab Sinta santai.

Perkataan Sinta sejujurnya membuat pikiran kotorku semakin menjalar tak karuan. Ingin rasanya menergap badannya, melumat bibir dan menggerayangi tubuhnya yang menggiurkan tersebut. Tapi ku coba untuk menahannya, menghormati dirinya sebagai tuan rumah.
“Oke deh kalau gitu, aku numpang tidur di sofa ya…” Pintaku.
“Eh, jangannn. Dingin dong tidur disini, mana enak juga. Ayo di kamar aja. Sini aku anterin…” Kata Sinta sambil menarik tanganku.

Seperti kerbau yang dicocok hidungnya, aku menurut saja dan mengikuti Sinta ke kamar yang terletak di bagian belakang rumahnya.
Dibukanya pintu kamar, dan dinyalakan lampunya.
Kamar tersebut cukup besar, bisa dibilang lebih besar dari kamarku di rumah. Kasurnya king size, cukup untuk tidur 4 orang sepertinya. Lampu kuning yang temaram, menambah kenyamanan kamar tersebut.

“Nih, tidur disini aja mas…” Ujar Sinta.
Aku pun mengangguk, lalu meletakan tas ku di samping kasur tersebut. Sinta tampak mengambil sesuatu dari lemari.
“Nah, ini. Ada baju sepertinya muat sama kamu. Pake nih, daripada masuk angin….” Sinta menyodorkan pakaian.
Aku pun mengambilnya, “Kamar mandinya dimana?”
“Udah, ganti disini aja emang kenapa sih?” Kata Sinta nyeleneh. Mendengar perkataan Sinta seperti itu, dengan santainya ku buka saja pakaianku di depan Sinta dan menggantinya dengan pakaian yang ia berikan.

“Ini celananya juga.” Ucap Sinta. Kali ini aku sedikit ragu untuk mengganti celanaku di hadapannya. Penisku sedang berdiri sedang, tidak terlalu tegang, tapi pasti terlihat jelas bila ku tanggalkan celanaku dan tersisa celana dalamnya saja.
“Gak berani ya? Cupu dehhh..” Ledek Sinta.
“Berani kok, kamu yang berani gak liatnya?” Ledek ku balik ke Sinta. Ia hanya tertawa.

Aku pun nekat, dengan pasti ku buka kancing celana dan reseletingnya. Ku turunkan celanaku.
Sinta sedikit terbelak melihat cetakan penisku yang menyumbul dibalik celana dalam. Aku yang mengetahui hal tersebut, sengaja mengulur waktu untuk memakai celana.
“Kenapa? Udah lama ya gak liat?” Aku kembali meledek Sinta.
Tanpa ku duga, Sinta langsung menghampiri dan menarik turun celana dalamku. Penisku yang baru setengah berdiri itu langsung digenggamnya dengan kuat.

“Iya, dan ini sekarang jadi punyaku!” Kata Sinta tegas. Ia pun berjongkok dan memasukan penisku ke dalam mulutnya.
Mendapat perlakuan seperti itu, aku hanya meringis menahan nikmat. Sinta buas sekali melahap penisku.
Awalnya ia memasukkan penisku seluruhnya ke dalam mulut, lalu ia menjilati batangnya dengan pelan, menghisap kepala penisku, lalu menjilati zakarku dengan rakusnya. Penisku semakin tegang, kali ini tegang dengan kekuatan penuh.
“Uhhhh, pelan-pelan donggg Sinnn…” Desisku sambil memegangi kepala dan rambutnya agar tidak menghalangi pemandangan indah yang ku saksikan.

Sinta tidak menjawab, ia semakin asik memasukan penisku ke dalam mulutnya.
Tidak mau tinggal diam, aku pun menarik pakaian Sinta agar terlepas. Sinta menaikan tangannya untuk memudahkan ku. Tubuhnya begitu putih dan bersih. Branya yang berwarna biru muda masih tertinggal di badannya, menutupi dua gundukan payudara indah yang siap kunikmati sesaat lagi.
Aku pun menarik tubuh Sinta agar kembali berdiri. Langsung ku lumat bibirnya yang cukup tebal tersebut. Lidah kami saling berpagutan, sesekali ia menggigit bibirku dengan gemas, dan menghisap lidahku dengan kuat.

Lalu aku mendorong tubuh Sinta ke kasur. Ku tarik celananya turun, kini celana dalam mininya yang berwarna senada dengan branya terlihat jelas. Wanita cantik yang baru saja ku kenal kurang dari tiga jam, kini sedang berbaring hampir telanjang di hadapanku, menunggu untuk ku nikmati sampai pagi.
Dengan tidak sabar, aku pun membuka celana dalam Sinta. Kali ini giliranku menikmati kemaluannya. Bulu bulu tampak tercukur rapih, ku buka kaki Sinta dan ku dekatkan wajahku ke arah vaginanya.

Tercium aroma
 sedap khas dari vagina basah yang penuh gairah. Ku usapkan jariku di bibir vaginanya yang membuat Sinta menggelinjang.
“Aaaaaaaaahhhh, geliiiiii masssssss……” teriak Sinta. Aku tidak memedulikannya.
Aku pun menjulurkan lidahku dan menjilati klitorisnya yang merekah basah. Jari telunjuk dan jari tengahku kususupkan masuk ke dalam vaginanya, perlahan ku keluar masukan jariku untuk menambah kenikmatan Sinta.
“Uuuuuuuuughhhhh, enak massss, enakkkkkk…..”
Semakin Sinta berteriak, semakin liar pula permainan lidahku di vaginanya.

Tangan kiri ku arahkan ke payudaranya, ku remas remas dan ku pilih putingnya. Ku serang habis vagina dan payudaranya di saat yang bersamaan. Perasaan nikmat kini menjalar di seluruh tubuh Sinta.
“Uhh uhhh ohhh, massss, terus massss, aku mau keluar masssss….” Erang Sinta sambil menjambak rambutku kencang. Aku pun menambah frekuensi serangan. Kali ini kocokan jari di lubang vagina Sinta semakin cepat, jilatanku pun semakin jadi.
“MAASSSSSS KELUAR AKU MASSSSSS…” teriak Sinta kencang. Benar saja, cairan putih cair hangat keluar dari dalam vaginanya. Ku hisap dan ku jilat habis tak bersisa.
Sinta terengah-engah setelah klimaks yang ia dapatkan. Tubuhnya sudah dipenuhi keringat meski udara masih terasa dingin karena hujan yang semakin deras di luar.
Aku pun merebahkan tubuhku di samping Sinta. Aku ingin membiarkannya menikmati sisa-sisa kenikmatan sambil mengumpulkan tenaga.

“Huh huh, aku suka banget gaya permainan kamu masss…” Ujar Sinta, matanya masih terpejam, mulutnya masih terbuka untuk mencari nafas yang tersengal.
Aku hanya diam tersenyum. Ku peluk tubuh Sinta dari samping, sambil ku mainkan payudaranya yang cukup besar itu.
“Kamu belum keluar kan, mas?” Tanya Sinta.

“Belum dong, belum diapa apain juga…” Jawabku santai.
Sinta lalu bangkit dari tidurnya dan berjalan menuju lemari yang ada di pojok ruangan. Ia buka pintu lemari tersebut dan mencari sesuatu di laci yang ada di dalamnya.
Tidak lama ia kembali menghampiri. Rupanya ia mencari kondom.
“Kalau mau, kamu harus pake ini. Gimana?” Tanya Sinta sambil menunjukan kondom yang ia miliki.
Aku mengangguk. Sinta pun membuka kotak kondom berwarna merah tersebut dan mengeluarkan isinya. Masih ada dua kondom tersisa di dalamnya.

Dengan pasti Sinta memasangkan kondom di penisku yang masih tegang. Aku hanya berbaring menyaksikan Sinta yang terlihat tidak sabar ingin menghujani vaginanya dengan serangan dari penisku.
Begitu kondom terpasang, Sinta memosisikan dirinya diatasku. Ia duduk sambil mengarahkan penisku ke lubang vaginanya.
BLESSSS

Sinta menduduki diriku dengan penisku yang tertanam seluruhnya di dalam vaginanya. Mulutnya terbuka begitu penisku menghujam ujung vagina. “Ahhhhh…” Desahnya nikmat.
Perlahan Sinta memaju mundurkan tubuhnya diatasku. Penisku terasa ditarik begitu Sinta menggerakan pinggulnya. Tubuhnya yang indah bergerak seluruhnya mengiringi kenikmatan yang ia rasakan.
“Hmmm, hmmmm, uhhhh” Desis Sinta sambil menggigit bibirnya sendiri.


Aku pun meremas payudara Sinta untuk menambah kenikmatan. Begitu tanganku menyentuh payudaranya, Sinta seakan berubah menjadi binatang yang haus dan liar. Ia langsung menggoyangkan pinggulnya dengan kencang dan cepat seolah tidak ingin membiarkan sedikitpun penisku keluar dari dalam vaginanya.
“AAAAAAH MAASSSS AAARGGGHHHHH” Teriak Sinta sambil memainkan rambutnya, matanya terpejam, wajahnya mendongak ke atas. Rumah Sinta yang besar tentu membuat kami berdua semakin santai dan leluasa untuk berteriak dan merintih merasakan nikmat yang sedang kami ciptakan.
“TRUS MASSSSS, NIKMAATTTT MASSSSS. KONTOL KAMU NIKMATTTTTTTT”

Aku pun memegangi pinggul Sinta agar berhenti bergoyang, kali ini aku yang menggerakan pinggulku naik turun. Sinta semakin menikmati penisku yang sedang melayani vaginanya.
“MASSSS AKKKUU MAUU KELUARRR LAAAAGIIIII MASSSSSSSSS…..” Sintapun mencengkram dadaku dengan kuat, tidak lama berselang vaginanya terasa mengencang, menarik penisku sampai terasa ngilu.
“AAAAARRRRRGGGHHHHH MASSSSSSSSSS….” Sinta mencapai orgasmenya sekali lagi.
Tubuhnya terkulai diatasku seketika itu juga. Ia pun berbisik dengan lemah, “Terusin sampai kamu keluar, mas…”
Aku pun mencium kening Sinta lalu mendorong tubuhnya. Kali ini aku ada di atasnya. Ku arahkan penisku lagi dan ku masukan sekali lagi.


Untungnya, kondom yang Sinta berikan sangat tipis sehingga tidak mengurangi kenikmatan penisku yang dilayani vagina Sinta. Bulir di dalam vaginanya terasa langsung di penisku seperti aku tidak menggunakan kondom.
Ku genjot vagina Sinta sambil tanganku sesekali meraba payudaranya. Ku percepat genjotannya agar bisa cepat keluar, karena Sintapun terlihat sudah cukup lelah. Akhirnya ku rasakan dorongan yang kuat dari dalam penisku yang memaksa untuk keluar. Tanpa menunggu lama, ku muncratkan air mani yang sudah begitu lama tertahan di dalam buah zakar ku tersebut. CROT CROT CROOTTTT
“AAAHHHHHHHHHH!!” Teriakku saat kenikmatan menjalar di seluruh tubuhku.

Aku pun merasa lemas bukan kepalang, tubuhku langsung ambruk disamping Sinta yang sedang kelelahan. Malam itu kami pun tertidur berdua, tanpa busana. Ku rasakan ada sesuatu yang hangat di penisku. Aku yang masih mengantuk berusaha untuk membuka mata. Rupanya Sinta sedang menyambut penisku yang berdiri di pagi hari. Ku lihat jam dinding yang ada di depanku, 

waktu sudah pukul 9 pagi, dan aku terbangun karena hisapan Sinta di penisku yang terasa sangat nikmat. Aku pun segar dengan cepat, dan menikmati kegiatan Sinta. Dijilatinya dengan pelan batang penisku, dan dimainkan sesekali lidahnya di kepala penisku. Terasa begitu nikmat di pagi hari. Membuatku ingin melakukannya seharian tanpa henti. Sinta lalu menarik tanganku agar ku bangun.
“Sambil mandi yuk! Biar seger…” Ajak Sinta. Aku menyetujuinya dan lekas bangun dari tidurku.
Aku berjalan mengikuti Sinta. Ia menuntun penisku agar tetap berdiri.


Sesampainya di kamar mandi, Sinta menyalakan shower dan membasahi dirinya.
“Sini, mass…” Sinta memintaku agar mendekat.
Ia lalu berjongkok dan menghisap kembali penisku. Diremasnya buah zakarku dengan gemas. Aku tidak merasakan dingin air sama sekali, sebaliknya, yang kurasakan hanya hangat menyelimuti penisku dari mulut Sinta.

Sinta lalu bangkit, mengambil kondom yang tersisa, memasangkan kondom pada penisku, dan memunggungi diriku. Tubuhnya dicondongkan ke depan, aku mengerti maksudnya. Sinta menyandarkan kedua tangannya ke tembok, aku mengarahkan penisku ke vaginanya dari belakang.
Dengan sekali hentakan, penisku pun kembali menghujam vagina Sinta. Tanganku meraih payudaranya dan meremas ke duanya sambil pinggulku bergoyang mengeluar-masukan penisku dari dalam vagina Sinta.


“UHHHHH AAAHHHHH IYA GITU MASSSSS….” Sinta mengerang kencang. Aku semakin terangsang mendengarnya.
Tangan Sinta menahan tubuhku sebagai tanda untuk aku menghentikan genjotannya. Lalu ia menggerakan pinggulnya naik turun, sensasi kenikmatan yang tiada duanya.
Sungguh nikmat vagina Sinta, kenikmatan terus menjalar diseluruh tubuhku tanpa henti.
Lalu Sinta berteriak, “MASSS AKU KELUAR MASSSSSSSSSSS…..” Dan crot crot! Sinta orgasme di pagi hari ini. Vaginanya yang mengejang dan menegang membuatku ingin mengikuti orgasmenya.
“Aku juga nih, sebentar lagiii..” Kata ku sambil menggenjot vagina Sinta.


Sinta lalu menarik penisku, ia kembali berjongkok, melepas kondom yang sebelumnya terpasang lalu memasukan penisku ke dalam mulutnya. Aku tidak bisa menahan lagi, ku tumpahkan sperma ku semuanya ke mulut Sinta.
“AAAAAAARRRRGGGGHHHH!” Teriakku. Crot crot crot.
Mulut Sinta dipenuhi sperma ku yang kental dan banyak itu, tanpa menunggu lama, ia langsung menelannya habis, lalu membersihkan penisku dengan lidahnya.

Kami pun menyelesaikan acara mandi kami, lalu berpakaian dengan rapih. Setelah sarapan, aku pun pamit pulang, namun Sinta menahanku. Ia masih ingin bersama ku. Aku tak kuasa dan menuruti permintaan Sinta.

Sejak saat itu, kami berdua resmi berpacaran. Sinta bisa memuaskan hasratku dengan luar biasa, dan aku bisa meyakinkan Sinta bahwa aku tidak akan meninggalkannya karena ia memang benar-benar sesuai dengan apa yang aku cari selama ini. Petualangan cintaku dengan Sinta tidak hanya sampai situ, beberapa kali aku dengan Sinta melakukan hal gila, seperti Sinta yang memintaku untuk menggoda temannya yang merebut kekasihnya dulu lalu ia memintaku untuk menidurinya. Sungguh gila, namun hal itu membuatku semakin menyukainya.


                                   

Saturday, September 26, 2015

SEX DENGAN DOKTER SEKSI



SEX DENGAN DOKTER SEKSI



SEX DENGAN DOKTER SEKSI
Sebenarnya saya malas melakukan medical check up ini. Pasti lagi-lagi cuma cek darah, air seni, dan kotoran saja. Kemudian diperiksa oleh dokter memakai stetoskop untuk menyakinkan bahwa saya terkena penyakit atau tidak. Itu saja menurut saya, tidak ada yang lain. Dokter yang akan memeriksa saya paling-paling juga dokter cowok, mana sudah tua lagi.

Dengan sekali-sekali menguap karena jenuh karena sudah hampir setengah jam saya menunggu dokter yang tak kunjung datang. Padahal saya sudah melalui proses medical check up yang pertama, yaitu pemeriksaan darah, air seni, dan kotoran. Beberapa kali saya menanyakan pada orang di loket pendaftaran dan selalu memperoleh jawaban sama, yaitu agar saya sabar sebab dokternya dalam perjalanan dan mungkin sedang terjebak macet. Saya melihat arloji di tangan saya. Akhirnya saya memutuskan bahwa kalau dokternya tidak juga datang limabelas menit lagi, maka saya akan pulang saja ke rumah.

Dengan menarik nafas kesal, saya memandangi sekeliling saya. Tahu-tahu mata saya tertumbuk pada seorang wanita yang baru saja masuk ke dalam klinik tersebut. Amboi, cantik juga dia. Saya taksir usianya sekitar 35 tahun. Tetapi alamak, tubuhnya seperti cewek baru duapuluhan. Kencang dan padat. Payudaranya yang membusung cukup besar itu tampak semakin menonjol di balik kaos oblong ketat yang ia kenakan. Gumpalan pantatnya di balik celana jeans-nya yang juga ketat, teramat membangkitkan selera. Batinku, coba dokternya dia ya. Tidak apa-apa deh kalau harus diperiksa berjam-jam olehnya. Akan tetapi karena rasa bosan yang sudah menjadi-jadi, saya tidak memperhatikan wanita itu lagi. Saya kembali tenggelam dalam lamunan yang tak tentu arahnya.




"Mas, silakan masuk. Itu dokternya sudah datang." Petugas di loket pendaftaran membuyarkan lamunan saya. Saat itu saya sudah hendak memutuskan untuk pulang ke rumah, mengingat waktu sudah berlalu limabelas menit. Dengan malas-malasan saya bangkit dari bangku dan berjalan masuk ke ruang periksa dokter.




"Selamat malam", suara lembut menyapa saat saya membuka pintu ruang periksa dan masuk ke dalam. Saya menoleh ke arah suara yang amat menyejukkan hati itu. Saya terpana, ternyata dokter yang akan memeriksa saya adalah wanita cantik yang tadi sempat saya perhatikan sejenak. Seketika itu juga saya menjadi bersemangat kembali.

"Selamat malam, Dok", sahut saya. Ia tersenyum. Aah, luluhlah hati saya karena senyumannya ini yang semakin membuatnya cantik.

"Oke, sekarang coba kamu buka kaos kamu dan berbaring di sana", kata sang dokter sambil menunjuk ke arah tempat tidur yang ada di sudut ruang periksa tersebut.

Saya pun menurut. Setelah menanggalkan kaos oblong, saya membaringkan diri di tempat tidur. Dokter yang ternyata bernama Dokter S itu menghampiri saya dengan berkalungkan stetoskop di lehernya yang jenjang dan putih.




"Kamu pernah menderita penyakit berat? Tipus? Lever atau yang lainnya?" Tanyanya. Saya menggeleng.

"Sekarang coba kamu tarik nafas lalu hembuskan, begitu berulang-ulang ya." Dengan stetoskopnya, Dokter S memeriksa tubuh saya. Saat stetoskopnya yang dingin itu menyentuh dada saya, seketika itu juga suatu aliran aneh menjalar di tubuh saya. Tanpa saya sadari, saya rasakan, batang kemaluan saya mulai menegang. Saya menjadi gugup, takut kalau Dokter S tahu. Tapi untuk ia tidak memperhatikan gerakan di balik celana saya. Namun setiap sentuhan stetoskopnya, apalagi setelah tangannya menekan-nekan ulu hati saya untuk memeriksa apakah bagian tersebut terasa sakit atau tidak, semakin membuat batang kemaluan saya bertambah tegak lagi, sehingga cukup menonjol di balik celana panjang saya.

"Wah, kenapa kamu ini? Kok itu kamu berdiri? Terangsang saya ya?" Mati deh! Ternyata Dokter S mengetahui apa yang terjadi di selangkangan saya. Aduh! Muka ini rasanya mau ditaruh di mana. Malu sekali!

"Nah, coba kamu lepas celana panjang dan celana dalam kamu. Saya mau periksa kamu menderita hernia atau tidak." Nah lho! Kok jadi begini?! Tapi saya menurut saja. Saya tanggalkan seluruh celana saya, sehingga saya telanjang bulat di depan Dokter S yang bak bidadari itu.

Gila! Dokter S tertawa melihat batang kemaluan saya yang mengeras itu. Batang kemaluan saya itu memang tidak terlalu panjang dan besar, malah termasuk berukuran kecil. Tetapi jika sudah menegang seperti saat itu, menjadi cukup menonjol.




"Uh, burung kamu biar kecil tapi bisa tegang juga", kata Dokter S serasa mengelus batang kemaluan saya dengan tangannya yang halus. Wajah saya menjadi bersemu merah dibuatnya, sementara tanpa dapat dicegah lagi, batang kemaluan saya semakin bertambah tegak tersentuh tangan Dokter S. Dokter S masih mengelus-elus dan mengusap-usap batang kemaluan saya itu dari pangkal hingga ujung, juga meremas-remas buah zakar saya.




"Mmm... Kamu pernah bermain?" Saya menggeleng. Jangankan pernah bermain. Baru kali ini saya telanjang di depan seorang wanita! Mana cantik dan molek lagi!

"Aahhh..." Saya mendesah ketika mulut Dokter S mulai mengulum batang kemaluan saya. Lalu dengan lidahnya yang kelihatannya sudah mahir digelitiknya ujung kemaluan saya itu, membuat saya menggerinjal-gerinjal. Seluruh batang kemaluan saya sudah hampir masuk ke dalam mulut Dokter S yang cantik itu. Dengan bertubi-tubi disedot-sedotnya batang kemaluan saya. Terasa geli dan nikmat sekali. Baru kali ini saya merasakan kenikmatan yang tak tertandingi seperti ini.

Dokter S segera melanjutkan permainannya. Ia memasukkan dan mengeluarkan batang kemaluan saya dari dalam mulutnya berulang-ulang. Gesekan-gesekan antara batang kemaluan saya dengan dinding mulutnya yang basah membangkitkan kenikmatan tersendiri bagi saya.




"Auuh.. Aaahh.." cerita akhirnya saya sudah tidak tahan lagi. Kemaluan saya menyemprotkan cairan kental berwarna putih ke dalam mulut Dokter S. Bagai kehausan, Dokter S meneguk semua cairan kental tersebut sampai habis.

"Duh, masa baru begitu saja kamu udah keluar." Dokter S meledek saya yang baru bermain oral saja sudah mencapai klimaks.

"Dok.. Saya.. baru pertama kali.. melakukan ini..." jawab saya terengah-engah.

Dokter S tidak menjawab. Ia melepas jas dokternya dan menyampirkannya di gantungan baju di dekat pintu. Kemudian ia menanggalkan kaos oblong yang dikenakannya, juga celana jeans-nya. Mata saya melotot memandangi payudara montoknya yang tampaknya seperti sudah tidak sabar ingin mencelat keluar dari balik BH-nya yang halus.


 Mata saya serasa mau meloncat keluar sewaktu Dokter S mencopot BH-nya dan melepaskan celana dalamnya. Astaga! Baru sekarang saya pernah melihat payudara sebesar ini. Sungguh besar namun terpelihara dan kencang. Tidak ada tanda-tanda kendor atau lipatan-lipatan lemak di tubuhnya. Demikian pula pantatnya. Masih menggumpal bulat yang montok dan kenyal. Benar-benar tubuh paling sempurna yang pernah saya lihat selama hidup saya. Saya rasakan batang kemaluan saya mulai bangkit kembali menyaksikan pemandangan yang teramat indah ini.

Dokter S kembali menghampiri saya. Ia menyodorkan payudaranya yang menggantung kenyal ke wajah saya. Tanpa mau membuang waktu, saya langsung menerima pemberiannya. Mulut saja langsung menyergap payudara nan indah ini. Sambil menyedot-nyedot puting susunya yang amat tinggi itu, mengingatkan saya waktu saya menyusu pada ibu saya selagi kecil. Dokter S adalah wanita yang kedua yang pernah saya isap-isap payudaranya, tentu saja setelah ibu saya saat saya masih kecil.



"Uuuhhh.. Aaah..." Dokter S mendesah-desah tatkala lidah saya menjilat-jilat ujung puting susunya yang begitu tinggi menantang. Saya permainkan puting susu yang memang amat menggiurkan ini dengan bebasnya. Sekali-sekali saya gigit puting susunya itu. Tidak cukup keras memang, namun cukup membuat Dokter S menggelinjang sambil meringis-ringis.

Tak lama kemudian, batang kemaluan saya sudah siap tempur kembali. Saya menarik tangan Dokter S agar ikut naik ke atas tempat tidur. Dokter S memahami apa maksud saya. Ia langsung naik ke atas tubuh saya yang masih berbaring tertelentang di tempat tidur. Perlahan-lahan dengan tubuh sedikit menunduk ia mengarahkan batang kemaluan saya ke liang kewanitaannya yang sekelilingnya ditumbuhi bulu-bulu lebat kehitaman.

 Lalu dengan cukup keras, setelah batang kemaluan saya masuk satu sentimeter ke dalam liang kewanitaannya, ia menurunkan pantatnya, membuat batang kemaluan saya hampir tertelan seluruhnya di dalam liang senggamanya. Saya melenguh keras dan menggerinjal-gerinjal cukup kencang waktu ujung batang kemaluan saya menyentuh pangkal liang kewanitaan Dokter S. Menyadari bahwa saya mulai terangsang, Dokter S menambah kualitas permainannya. Ia menggerak-gerakkan pantatnya berputar-putar ke kiri ke kanan dan naik turun ke atas ke bawah. Begitu seterusnya berulang-ulang dengan tempo yang semakin lama semakin tinggi. Membuat tubuh saya menjadi meregang merasakan nikmat yang tiada tara.




Saya merasa sudah hampir tidak tahan lagi. Batang kemaluan saya sudah nyaris menyemprotkan cairan kenikmatan lagi. Namun saya mencoba menahannya sekuat tenaga dan mencoba mengimbangi permainan Dokter S yang liar itu. Akhirnya.., "Aaahh.. Ouuhhh.." Saya dan Dokter S sama-sama menjerit keras. Kami berdua mencapai klimaks hampir bersamaan. Saya menyemprotkan air mani saya di dalam liang kewanitaan Dokter S yang masih berdenyut-denyut menjepit batang kemaluan saya.


UNDIANTOTO




Friday, September 25, 2015

BANDAR TOGEL- GAIRAH SEKS WANITA KARIR











Saya adalah seorang pria yang berusia 23 tahun dan saya baru saja selesai kontrakku dengan salah satu perusahaan pelayaran luar negeri. Sekarang saya adalah pengangguran sebab saya tidak punya rencana untuk kembali berlayar setelah 2 tahun lamanya. Semua yang saya ceritakan dibawah ini adalah nyata. Memang cerita ini terlalu bertele-tele bila dibandingkan dengan cerita-cerita yang pernah saya baca di 17thn, namun inilah cerita yang ingin saya ceritakan bagi pembaca juga penggemar 17thn.


Cerita ini berawal dari seringnya saya pergi bolak-balik ke rumah sakit untuk menjaga papa saya di rumah sakit swasta di daerah Jatinegara, Jakarta Timur. Pada hari Minggu siang tanggal 5 November 2000, saya turun ke bawah tempat merokok di rumah sakit tersebut, namun di saat saya menikmati rokokku itu, di dekat tempat dudukku ada seorang wanita setengah baya yang kira-kira berumur 30 tahun.

 Ia tampak sibuk sekali menelepon sana-sini dengan handphone-nya untuk mencari jasa derek mobil untuk mobilnya. Entah karena saya merasa terganggu atau ada keinginan untuk membantu wanita itu, akhirnya saya beranikan diri untuk menawarkan jasa saya sebab siapa tahu kerusakannya masih sepele. Setelah mengumpulkan semua keberanian untuk menawarkan jasa saya akhirnya meluncur juga dari mulutku untuk membantu dia.


“Eee.. maaf Tante, kalo saya boleh tau, mobil tante rusak?” tanya saya dengan ragu-ragu.


“Iya Dik”, jawabnya singkat sambil tetap menghubungi seseorang dengan handphone-nya.


“Eee.. kalo boleh tau, Tante.. mobil Tante apa merk-nya?” tanya saya lagi.


“Honda, Honda Maestro”, jawabnya dan kali ini dia melihat saya.


“Kalo boleh, saya coba bantu Tante buat benerin mobilnya Tante, sebab siapa tau saya bisa, Tante!” kata saya menawarkan pertolongan.


“Eee.. boleh-boleh.. Ayo ke mobil saya yuk”, pintanya.


Setelah itu kita berdua jalan meninggalkan tempat itu untuk menuju ke mobil wanita itu, yang ternyata tidak jauh dari tempat merokok. Setelah saya dibukakan pintu, saya coba starter mobilnya tapi hasilnya nihil. Dengan kasus seperti ini, saya katakan pada wanita itu bahwa ada kemungkinan bahwa ini masalah dinamonya dan saya sarankan untuk mendorong mobilnya sebab tidak ada masalah sehingga dia bisa tiba di rumahnya atau bengkel sebelum kesorean dan tidak perlu memanggil jasa derek mobil karena biayanya yang mahal. Dan sepertinya dia berpikir sejenak dan dia setuju dengan saran saya, hingga akhirnya saya memanggil salah satu satpam yang saya temui untuk meminta pertolongannya untuk mendorong mobil.


Agh, akhirnya mobil wanita itu nyala juga dan seperti dugaanku bahwa masalahnya hanya masalah dinamo. Dengan posisi wanita itu di dalam mobil dan saya di luar sambil memperhatikan dia untuk meninggalkan saya, tiba-tiba dia memanggil saya dengan membuka kaca jendelanya dan mengucapkan terima kasih kepada saya sambil memberikan uang 2 lembar seratus ribu tapi saya tolak sebab pertolonganku adalah dari hati nuraniku bukan untuk meminta balasan namun dia tetap memaksa saya dan akhirnya saya ambil satu saja dan satunya lagi tetap di tangannya sambil mengucapkan bahwa itu saja sudah lebih dari cukup. 

Akhirnya dia mengalah karena saya tetap bertahan untuk tidak mengambil sisanya tapi dia membuka tasnya dan mengambil kartu namanya dan diberikan buat saya sambil menitip pesan bahwa kalau ada sesuatu atau saya sedang senggang diminta menghubungi dia, dan saya terima kartu namanya. Sebelum pergi, dia menanyakan nama saya sambil menyodorkan tangannya dan saya jawab bahwa nama saya Willi dan dia mengatakan bahwa namanya Lucy. Dan akhirnya ia pergi dengan mobilnya dan saya tetap berdiri melihat mobilnya hingga hilang ditelan sebuah tikungan ke kanan.


Dua hari setelah kejadian itu, papa saya meninggal dan saya sibuk menyelasaikan segala urusan yang berkaitan dengan papa saya mulai dari rumah sakit, rumah duka, dikremasi hingga jadinya Akte Kematian.


Setelah semuanya selesai dan saya kembali pada kehidupanku yang hanya menghabiskan hari demi hari saya dengan jalan-jalan dengan teman-teman saya ke sana ke mari. Hingga pada suatu hari di bulan Desember 2000, saya teringat kembali dengan wanita yang saya kenal di rumah sakit dan saya cari kartu namanya dan akhirnya ketemu. Akhirnya saya hubungi Handphone-nya walaupun di kartu nama itu ada nomor telepon rumah dan kantornya.


“Hallooo?!” terdengar jawaban seorang wanita dari sana.


“Dengan Lucy-nya ada? ini Willi”, jawab saya lengkap.


Sejenak terdiam dan terdengar, “Iya ini Lucy sendiri dan saya ingat kalo kamu yang nolong saya waktu saya di rumah sakit itu khan?” tanyanya yang terkesan menebak.


“Iya.. ini saya Willi yang waktu itu”, jawab saya.


“Eee.. gimana sekarang kamu, Will?” tanyanya.


“Lagi senggang nich”, jawab saya.


“Kayaknya untuk sekarang ini saya nggak bisa lama-lama ditelepon.. bagaimana kalau malam ini kita ketemu, saya mau traktir kamu makan malem, apa bisa?” sambungnya.


“Iya bisa. Saya nggak ada acara”, jawabku singkat.


“Oke kalo gitu kita ketemu di restaurant Tony’s Romas deket Ratu Plaza aja jam 7 malam ini, Oke? kamu tau khan?” jawabnya menjelaskan.


“Iya saya tau, Oke dech sampe nanti”, jawabku.


Seperti janjiku dengan Lucy, saya datang ke Restaurant Tony’s Romas dan saya tiba 10 menit lebih awal. Dan pilih tempat duduk yang kira-kira saya bisa lihat kalau ada orang yang datang. Tepat jam 19.00, Lucy datang, dan saya sangat terpana dengan pakaiannya yang begitu seksi. Dia mengenakan baju terusan warna merah dengan strip warna biru dengan model tali yang menggantung pada lehernya sehingga tampak dengan jelas punggungnya dan berarti dia tidak memakai BH dan rambutnya yang sepanjang bahu dia ikat ke atas sedang rambut depannya dibuat poni rata dengan alis matanya tapi dengan tekukan ke atas. Dadanya yang lumayan besar dan bulat seakan-akan mau keluar dari baju yang dia pakai. Wow, saya begitu terpana dengan apa yang saya lihat, tapi saya tidak terlalu terpana sebab saya harus memberitahu bahwa saya ada.


Saya mengangkat tangan mengisyaratkan siapa tahu dia melihat. Ternyata ada seorang waiter yang melihat dan sepertinya dia tahu bahwa saya memanggil Lucy, dan waiter itu pun mengatakan sesuatu pada Lucy lalu menunjuk pada arahku.


“Hi.. udah lama?” katanya membuka pembicaraan sambil duduk dan merapikan baju terusannya sepanjang mata kaki.


“Belum”, jawabku singkat.


“Eee.. kamu udah pesen? kalo belum, kamu mau pesen apa?” tanya dia.


“Belum, saya belum pesen apa-apa”,jawabku sambil membuka buku menu.


Setelah kita berdua memesan makanan, dan sambil menunggu makanan kami berbincang-bincang sana-sini dan akhirnya dia menanyakan bahwa mengapa saya ada di rumah sakit saat itu, dan saya jelaskan dan saya katakan pula bahwa papa saya sudah meninggal dan dia tampak kaget dan minta maaf kalau dia membuat saya sedih.


Acara makan malam saya bersama Lucy berlangsung lancar dan kita berdua mau pulang, dia memaksa mengantar saya pulang sebab selain hemat biaya lagipula ternyata rumah Lucy searah dengan saya, dia tinggal di daerah Kelapa Gading dan saya yang menyetir dengan ijin dia terlebih dahulu.


Dalam perjalanan, tanpa saya tanya, dia mengatakan bahwa dia sudah cerai dengan suaminya sejak anaknya berusia 6 bulan dengan alasan mantan suaminya itu punya simpanan. Saat dia menceritakan itu, saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan sebab rasanya kalau diterus-teruskan mungkin akan membuat dia sedih dengan pengalaman pahitnya, hingga pada akhirnya mengatakan bahwa sebaiknya tidak perlu diteruskan sebab mungkin akan membuat dia ingat dengan masa lalunya itu tapi dia mengatakan bahwa dia ingin saya tahu dengan siapa yang dia kenal (maksudnya dia sendiri). Dari ceritanya, dapat saya simpulkan bahwa dia wanita karier yang lumayan bagus dengan kariernya.


Setelah dia selesai menceritakan semuanya, kita terdiam sejenak dan hanya tembang-tembang Ebiet G Ade yang kita dengar. Tapi dengan tiba-tiba dan membuat saya kaget, Lucy mendekatkan kepalanya dan menyandar diantara bahu dan ujung jok mobil. Saat itu saya tidak tahu harus bagaimana, jadi saya diam saja. Namun yang menambah kurang konsentrasinya saya dengan jalan adalah, setiap saya mengganti persneling, lengan saya bersentuhan dengan dadanya yang lumayan besar dan ini tidak mengubah cara dia duduk, dia tetap dengan posisinya. Setiap kali bersentuhan saya minta maaf padanya dan hati serta kemaluanku tegang.

 Rasanya saya teramat salah tingkah sebab selain menggangu pikiran saya, saya pun menikmati apa yang terjadi. Sampai pada akhirnya Lucy memecahkan kesepian pada saat itu dengan mengatakan, “Will, kamu sudah pernah bercinta?” Wah, rasanya seperti disambar geledek dengar pertanyaan Lucy. Setelah terdiam sebentar karena kaget, saya jawab pertanyaannya itu dengan jujur bahwa saya sudah pernah bercinta dan saya jelaskan pula bahwa itu dengan pacar saya. Lalu dia bilang, “Eee.. kayaknya kamu sekarang sudah terangsang ya dengan posisiku kayak gini ini?” sambil tangan kirinya dengan cepat meraba daerah kemaluan saya. Saya benar-benar terhenyak dengan sikap Lucy dan saya biarkan tangan kirinya meraba-raba dengan halusnya kemaluan saya dari celana panjang saya sebab selain inilah yang yang inginkan, saya pun lagi-lagi dalam posisi sulit.


Saya tidak tahu berapa lama dia meraba-raba kemaluan saya hingga pada akhirnya dia membuka reitsleting celana saya dan makin berani sehingga sekarang dia meraba-rabanya di celana dalam saya. Sambil meraba-raba dia bilang (dengan nada nakal dan manja), “Will, punya kamu ini besar ya?! panjang lagi.. dan kayaknya udah pengen maen nich.” Namun saya tidak memberi jawaban sebab selain saya tidak tahu harus menjawab apa, saya merasa sedang terbang.


Dan saya pun tidak tahu pasti berapa lama dia meraba-raba kemaluan saya dari atas celana dalam saya. Hingga pada akhirnya dengan tiba-tiba kepalanya seperti terjatuh ke daerah kemaluan saya dan dia menjilat-jilat celana dalam saya dengan tangan kirinya yang tetap meraba-raba rambut kemaluan saya yang mungkin sebagian keluar dari celana dalam.

 Saya yakin bahwa celana dalam saya sudah basah dengan air liurnya sebab rasanya sudah agak lama dia jilati. Tidak berapa lama setelah saya berpikir seperti ini, dia membuka celana dalam saya dan langsung menelan semua kemaluan saya. Wah, rasanya benar-benar nikmat dan saya benar-benar harus membagi dua pikiran saya antara kenikmatan yang sedang saya rasakan juga jalanan.


Karena saya pun terangsang dengan kuluman Lucy, dengan berani saya memegang dadanya dan meremas-remas kecil. Walaupun saya tidak melihat, namun saya dapat membayangkan bagaimana rasanya apabila saya menghisapnya. Wah, sulit dikatakan. Hingga pada saatnya, saya mengatakan pada Lucy bahwa saya rasa saya akan klimaks, tapi buru-buru dia menghentikan kulumannya dan mengambil posisi duduk normal. Dan dia bilang bahwa dia pun sudah terangsang dan ingin berhubungan seks. Dia mengajak saya menginap di salah satu hotel. Sebelum mengiyakan ajakan Lucy, saya katakan bahwa saya harus memberitahu sama orang rumah bahwa saya tidak pulang agar mereka tidak perlu menunggu saya.


Setelah semuanya sudah beres, akhirnya mobil yang kita tumpangi saya arahkan ke daerah Sunter, sebab saya tahu bahwa di situ ada hotel, walaupun saya belum pernah menginap di situ. Akhirnya kami tiba di hotel yang saya maksud dan saya beserta Lucy masuk dan mengurus urusan-urusan di Front Office di hotel itu, dan setelah semua selesai dengan biaya yang ditanggung Lucy, kami pun diantar ke kamar yang sudah dipilih dengan Bellboy.



Setelah mengecek sana-sini dalam kamar, akhirnya Bellboy meminta ijin untuk keluar setelah menghidupkan TV dengan Channel MTV. Dan setelah terdengar suara pintu kamar kami ditutup oleh Bellboy, saya dan Lucy dengan cepat saling berpelukan dan berciuman sambil berdiri karena sama-sama sudah tidak bisa menahan gairah seks masing-masing.


Lucy memang kelihatan sudah terangsang berat dan pandai berciuman sebab saya dapat merasakan permainan lidahnya yang sangat Hot. Sambil bermain lidah, tangan Lucy dan tangan saya saling meraba-raba bagian terlarang satu sama lain. Tangan kiri saya tetap memegang bagian belakang kepala Lucy sedang tangan kanan saya mengelus-elus bagian punggung Lucy yang terbuka dan mulus putih tanpa cacat, sesekali meraba ke bagian tekukan bawah payudaranya. Sesekali tercium olehku aroma parfum yang dia gunakan. Sedangkan tangan kiri Lucy menelusup ke bagian belakang celana saya sedang tangan kanannya merabanya dari depan mulai dari kemaluan saya hingga ke daerah pusar.


Lama-kelamaan, tangan saya membuka sebagian baju bagian dadanya sehingga saya dapat memegang dengan jelas bentuk payudaranya. Saya rasakan bahwa besar payudara Lucy terasa mantap dengan posisi jemari saya seperti mau mengambil payudaranya itu. Saya usap, elus dan mainkan puting susunya yang terasa makin lama makin agak keras. Dengan tetap sambil berciuman, memainkan lidah dan saling menggigit bibir bawah atau atas satu sama lainnya. Sedangkan tangan Lucy sedang berusaha membuka celana saya dengan membuka reitsleting celana dan berusaha membuka ikat pinggang saya.


Setelah celana saya dapat dibuka oleh Lucy, dengan sigap dia mengambil kemaluanku yang sudah tegang dari balik celana dalamku lalu memaju-mundurkan tangannya sambil tetap menggenggam kemaluanku. Sambil meraba-raba dan tetap memainkan puting susunya, tangan saya yang lain berusaha untuk membuka kancing yang terletak di leher belakang Lucy. Dan akhirnya saya dapat membuka kancing itu walaupun sedikit sulit sebab hanya dengan satu tangan. Begitu baju terusannya dapat saya buka, dengan otomatis baju terusan itu turun ke lantai sehingga payudara Lucy sekarang sudah tidak tertutupi sesuatu apa pun.


Dengan turunnya baju terusannya ke lantai, saya hentikan ciuman bibir dengan Lucy dan saya langsung mencium bagian dada kiri dan kanan Lucy yang begitu ranum dan kencang seakan-akan masih dalam pertumbuhan. Dalam setiap hisapanku atau permainan lidahku pada puting susunya, Lucy mendesah kenikmatan, “Uuuh.. aaghh.. enakk..” dengan sesekali menambahkannya dengan nama saya dan disertai denga nafas yang memburu. Sedangkan tangannya dengan bergantian tetap memegang kemaluan saya dan mengocoknya.


Setelah saya agak puas dengan payudaranya, jilatan, hisapan dan kecupan kecil saya mengarah ke bawah dan makin ke bawah dengan tetap diiringi desahan Lucy yang saya rasa sudah terangsang karena kenikmatan. Namun tangan saya tetap meraba serta mengelus-elus payudaranya. Hingga pada akhirnya tangan Lucy melepaskan kemaluan saya karena posisi kami yang tidak memungkinkan.


Jilatan dan kecupan kecil pada bagian bawah dada Lucy makin liar dengan makin tidak dapat mengontrol diri saya sendiri dengan gairah seks yang meluap-luap dan dengan sesekali saya membuka mata saya dan melihat bagian tubuh Lucy yang putih bersih serta mulus dan lembut. Saya pun dapat merasakan detak jantungnya yang makin kencang.


Sambil tetap menjilati dan memberi kecupan kecil, tangan saya dua-duanya meraba-raba bagian kemaluannya yang masih tertutup oleh celana dalam yang dia gunakan. Setelah saya meraba-raba dengan halus semua daerah kemaluannya serta bagian pantat Lucy, baru saya ketahui bahwa dia mengenakan celana dalam dengan model tali yang mana lekukan pada daerah lubang analnya berupa tali dan melingkari pinggangnya pun berupa tali yang diikat pada bagian pinggang kiri. Dan ini menambah gairah seks saya yang membludak.


Setelah dengan mudah dapat saya buka celana dalamnya, jilatan juga kecupan kecil, saya lanjutkan pada daerah kemaluannya hingga saya dapat merasakan bahwa saya sedang berada di beberapa centimeter di atas liang kewanitaannya. Daerah yang ditumbuhi oleh rambut-rambut yang tidak terlalu lebat dan terkesan dirawat rapi. Dan saya tetap menikmati dengan makin mendesahnya Lucy dengan apa yang saya lakukan pada tubuhnya.


Tangan saya pun mulai memainkan kemaluannya yang basah, saya meraba kemaluannya dengan jari telunjuk atau jari tengah saya dengan sesekali saya masukkan ke dalam kemaluan Lucy. Sedang jempol saya, saya naik turunkan di daerah antara kemaluannya dengan rambut kemaluannya.


Saya makin menikmati semua ini dengan menyentuh ujung lidah saya pada kemaluannya bagian atas. Tercium pula bau khas dari kemaluan Lucy. “Ughhh, Will.. sayaaang.. kamu pintar sekali, sayang..” rintih Lucy ketika saya menghisap-hisap klitorisnya dan sesekali menjilatnya. “Teruuus.. terus.. sayang.. agh.. ahhhh..” rintihnya sambil memegang kepala saya dengan kedua tangannya dan seakan-akan menekan wajah saya ke dalam kemaluannya. Waktu itu, saya agak sulit bernafas dengan posisi seperti ini, namun saya tetap menjilati dan memainkan klitorisnya.


Agak lama saya memainkan klitorisnya dan sesekali memasukkan satu atau dua jari saya ke dalam kemaluan Lucy. Mulanya yang sudah basah, sekarang hingga kering dan sekarang agak lembab dengan bercampurnya air liur saya. Mungkin karena saya yang terlalu menikmati yang sedang saya lakukan atau mungkin karena dia sudah terangsang, dengan tiba-tiba dari dalam kemaluan Lucy menyembur cairan hangat yang belum pernah saya temui sebelumnya.

 Dengan menyemburnya cairan itu dari dalam kemaluan Lucy, makin didorongnya kepala saya ke arah kemaluan Lucy dan kali itu saya merasa sulit sekali bernafas namun kejadian itu tidak berlangsung lama sebab setelah itu, Lucy melepaskan kepala saya sehingga saya dapat bernafas kembali. Namun saya tetap menjilati dan menghisapnya yang terasa agak lengket dan sedikit bau amis.


Tak berapa lama setelah cairan itu menyembur, Lucy mengangkat kepala saya, yang maksudnya agar saya berdiri. Saya pun berdiri dan wajah saya dekat dengan wajahnya. Dan Lucy menciumi bibir saya dengan masih adanya sisa cairan yang menempel di bibir dan lidah saya. Ganas sekali dia menciumi saya yang diiringi dengan permainan lidah dan terengah-engah nafasnya.


Setelah puas berciuman, Lucy menghentikannya dan mengatakan, “Will, sekarang gantian.. saya yang mau menikmati tubuh kamu.” Sebelum aba-aba atau jawaban dari saya, Lucy langsung membuka kaos saya dari bawah dan menelusupkan satu tangannya ke atas ke bagian dada saya. Sambil mengelus-elus dada saya, dia bilang bahwa dada saya lapang, tidak seperti suaminya yang seolah-olah mempunyai buah dada. Lucy pun mengatakan bahwa perut saya tidak gendut, seperti peminum minuman keras.


Setelah saya membuka kaos saya sendiri, dengan segera Lucy memulai kecupan kecil di daerah dada saya dan sesekali menjilatinya, sedangkan tangannya menuju pada kemaluan saya dan seperti semula, dia memaju-mundurkan kemaluan saya. “Aaah.. aaah.. enak, Luc”, desahku kenikmatan karena selain dijilati atau dikecup, kemaluanku pun dikocok-kocok dengan pelan-pelan namun pasti. Seperti halnya yang saya lakukan pada tubuh Lucy, Lucy pun menjilati, mengecup dan menghisap semua bagian depan tubuhku dan makin lama makin ke bawah hingga akhirnya pada kemaluanku.


Pada saat di kemaluanku, Lucy langsung mengulumnya seakan-akan mau menelan semua kemaluanku yang kira-kira panjangnya 16-18 centimeter. “Aaagghh.. aah.. eeenak, Luc!” desahku agak keras tidak bisa menahan rasa nikmat yang saya rasakan begitu Lucy memainkan lidahnya di bagian lubang kemaluanku. Tidak bisa saya ungkapkan kenikmatannya dan saya benar-benar menikmati apa yang saya rasakan.


Lama sekali Lucy menghisap, menjilat, mengulum dan memainkan kemaluan saya, dia pun menjilati lubang anal saya. Hingga pada akhirnya terlintas dalam pikiran saya untuk menyelesaikan pemanasan ini dan memulai berhubungan seks.


Seperti halnya yang Lucy lakukan pada saya dengan mengangkat kepala saya dari kemaluannya, begitu pula yang saya lakukan untuk menghentikan kulumannya pada kemaluan saya. Saya angkat kepalanya dan saya dekatkan wajahnya kepada saya lalu menciumnya dengan kecupan-kecupan sesekali menciumnya dengan sedikit memainkan lidah.


Saya pun menuntun Lucy untuk tiduran di kasur dengan posisi telentang. Setelah saya beri ciuman dan sedikit kecupan kecil pada bibirnya, saya memegang kemaluan saya dan mengarahkan pada liang senggamanya. Kedua kakinya yang telah dibuka olehnya membuat saya lebih mudah untuk memasukkan kemaluan saya. Sambil memasukkan kemaluan saya, saya lihat raut wajah Lucy. Dia tampak mengejamkan kedua matanya sambil mendesah, “Ooohh.. eeemhhh..” lalu menahan nafas sejenak, sedangkan kedua tangannya memegang kedua pantat saya lalu mencekeramnya agak keras.


Sambil mengeluarmasukkan kemaluan saya ke kemaluan Lucy, saya menekuk kedua kakinya dengan kedua tangan saya sehingga telapak kaki dan tulang keringnya terangkat. “Uuughh.. esshhh.. aaahh.. eenak.. sayang..” desah Lucy sambil memejamkan matanya. Saya pun mendesah kenikmatan dengan keluar masuknya kemaluan saya di dalam kemaluan Lucy. “Aaahh.. eeessh.. Luss.. eenak..”


Kira-kira kami melakukan posisi itu selama 5 menit, lalu saya angkat kedua kakinya sehingga menghimpit kepalaku dan tetap mengeluarmasukkan kemaluanku. Dan saya tidak tahu berapa lama saya dan Lucy melakukan posisi ini hingga akhirnya Lucy menarik saya untuk mendekatkan kepala saya dengan kepalanya, lalu dia mendekap punggung saya dengan erat bahkan saya merasa sangat keras. Dan mendesah panjang, “Eeenghhh… eeesshhh.. eeenakk..”


Lalu Lucy menghentikan sebentar dan mengeluarkan kemaluan saya dari kemaluannya. Ia lalu menungging dan saya tahu maksudnya dan tanpa disuruh olehnya, saya mengarahkan kemaluan saya untuk kembali menghujam kemaluan Lucy. Sambil memegang kedua belah pantatnya bagian atas, saya tetap mengeluarmasukkan kemaluan saya dan sesekali saya melihat reaksi Lucy yang mengangkat sedikit kepalanya ke atas dan sesekali mengibaskan rambutnya sambil mendesah-desah kenikmatan, “Aaaghh… eeesshh.. terus sayang..”


Rasanya lama sekali melakukan hubungan seks, hingga saya merasa sedikit kelelahan begitu juga Lucy, hingga saya putuskan untuk mempercepat gerakanku. Makin kupercepat kemaluanku di dalam kemaluan Lucy. Dengan makin kupercepat gerakanku, makin terdengar dengan jelas suara gesekan antara kemaluan saya dengan kemaluannya yang telah diulasi oleh cairan dari kemaluan Lucy. Saya pun sesekali memegang payudaranya dengan kadang meremasnya sebab saya rasa payudaranya akan naik turun dan menggantung karena posisinya.


“Aaakhh.. enakk!” desah Lucy sedikit teriak.


“Luc.. saya mau keluar nich.. eeesshh..” desahku pada Lucy.


“Keluarin di dalem aja, Will.. eesshh..” jawabnya sambil mendesah.


Hingga akhirnya saya merasa bahwa saya akan mencapai puncak, saya agak menunduk mengikuti posisi Lucy yang menungging dan saya pegang kedua buah dadanya sambil sedikit meremas keduanya. “Uuugghh.. aaaggh.. eeenak Luss” teriakku agak keras dengan bersamaannya sperma saya yang keluar dan menyembur di dalam kemaluan Lucy.


Setelah saya berdiam sejenak setelah ejakulasi, saya keluarkan kemaluan saya dan saya tuntun tubuh Lucy untuk membalik sehingga kami dapat berpelukan. Sambil saling memeluk, Lucy mengatakan bahwa saya hebat dan dengan ijin saya, dia ingin menceritakan ini pada temannya. Waktu itu, saya katakan bahwa tidak ada masalah andai dia ingin menceritakan ini pada temannya sebab (waktu itu) saya pikir, Lucy tidak akan mengenalkan temannya itu pada saya.


Kami pun hening sejenak sambil tetap saling berpelukan dan tubuh masih dalam keadaan telanjang bulat dan saya pun masih dapat mencium bau parfum yang Lucy gunakan. Dalam keheningan itu, terdengar dengan samar-samar lagu When You Said Nothing At All yang dibawakan oleh Ronan Keating dari pesawat TV yang ada. Kami pun secara bersamaan tersentak dan ingin melihat. Lalu kami saling meregangkan pelukan kami, dan Lucy mengambil remote Tv yang berada di atas meja dekatnya lalu menambah volume suaranya. Setelah itu, Lucy mengajak saya untuk berpelukan lagi, saling mendekap lagi sambil menikmati lagu Ronan Keating tersebut.


Saya lihat jam tangan, jam menunjukan pukul 12.45 dini hari. Dan kami pun tertidur hingga kita berdua bangun bersama-sama sekitar jam 07.00 pagi, karena ada seberkas sinar matahari.


Setelah mandi, akhirnya kita sepakat untuk keluar dari hotel tersebut dan Lucy mengantarkan saya pulang hingga di depan rumah, setelah itu dia akan kembali ke rumahnya hanya untuk mengganti pakaian dan diteruskan ke kantor.


Di dekat rumah, Lucy mengatakan bahwa dia sangat puas dan ingin mengulang kembali apa yang terjadi tadi malam dan dia mengeluarkan sejumlah uang yang saya kira cukup banyak buat saya. Katanya saat itu, “Will.. ini buat kamu.. siapa tau bisa bantu-bantu kamu kalau kamu pengen beli sesuatu..” namun belum selesai penjelasannya, saya jawab bahwa saya tidak mau menerima uang sesen pun dari dia sebab apa-apa yang saya lakukan adalah karena atas dasar suka sama suka dan saya pun mengatakan bahwa saya akan merasa sangat terhina kalau dia tetap memaksa saya untuk menerima uang itu.


Akhirnya dia mengalah dan kita terdiam sejenak dan dia mengambil handphone-nya dan mengatakan bahwa itu adalah pemberian dari dia bukan balasan atas yang saya lakukan, dia pun menjelaskan agar dia dapat menghubungi saya. Setelah saya pikir-pikir sambil dia tetap berharap agar saya menerima itu, akhirnya saya mau juga karena saya pikir handphone ini tidak akan selamanya, saya dapat mengembalikannya suatu saat nanti.


Setelah tiba di rumah, saya pun memohon diri dan sempat memegang tangannya bahwa apa yang dia rasakan antara saya dan dia, mungkin yang saya rasakan pada saat itu.


Hari itu Lucy menelepon saya dua kali lewat handphone-nya, yang pertama mengatakan bahwa dia sudah tiba di rumah dan yang kedua adalah dia sudah berada di kantor.


Sejak itu, Lucy tidak pernah menghubungi saya lagi. Tadinya saya pikir bahwa dia sibuk, dan saya pun sadar dengan posisi saya. Hingga akhirnya saya dihubungi seorang wanita lewat handphone pemberian Lucy. Wanita itu mengatakan bahwa Lucy pernah cerita semuanya tentang hubungan saya dengan Lucy mulai dari mula hingga akhir, dan wanita ini mengatakan bahwa dia ingin mengatakan sesuatu pada saya dan ingin ketemu dengan saya.


Hingga pada akhirnya saya setuju untuk bertemu tanggal 8 Desember di suatu Mall. Dalam pertemuan tersebut, wanita itu yang seumur dengan Lucy yang mengaku sebagai temannya dan mengaku bernama Julliet ini mengatakan bahwa ada pesan dari Lucy untuk mengatakan yang sebenarnya pada saya bahwa Lucy telah bersuami dan sudah 1.5 tahun belum dikarunia anak dan dikatakan bahwa suaminyalah yang tidak mampu berproduksi sebab Lucy secara diam-diam sudah memeriksakan dirinya tanpa sepengatahuan suaminya, dan pesan Lucy yang terakhir adalah dia menyampaikan permintaan maaf sebesar-besarnya untuk saya sebab Lucy tidak ingin bertemu dengan saya lagi.


 Julliet ini pun mengatakan bahwa ia ingin melakukan hal yang sama seperti Lucy namun bukan dengan tujuan untuk memiliki anak sebab ia mengatakan bahwa ia dan suaminya tanpa masalah dalam memproduksi anak, yang jadi masalah adalah suaminya yang setelah selesai hubungan seks, ia selalu langsung meninggalkan Julliet tidur. “Jadi, andai Lucy hamil, ada kemungkinan bahwa itu adalah benih saya”, pikirku.







www.undiantoto.com/


http://www.undiantoto.com/